Kamis, 01 Desember 2011

Jangan Takut Menikah, Rejeki di Tangan Tuhan.....


Banyak pertimbangan mengapa kaun Pria dan Wanita saat ini cenderung ragu dan takut untuk melangkah kejenjang pernikahan.Salah satunya adalah Karena faktor finansial alias Uang.


Apa lagi di beberapa daerah tertentu ditanah air kita,kultur dan adat istiadat yang berbeda-beda makin memperkaya hasanah budaya  bangsa Indonesia.Menikah dan punya anak mungkin akan menjadi pertimbangan yang cukup besar bagi sepasang Pria dan wanita dalam membentuk sebuah keluarga.


Membayangkan kehidupan yang akan dijalani selanjutnya setelah mengarungi hidup berumah tangga memang terasa berat,apalagi jika sang pria  belum memiliki Pekerjaan tetap dan belum mapan secara finansial.

Sejauh mana ukuran tingkat kemapanan seseorang?
Jika diukur  dari  kemapanan secara finansial,bisa jadi seseorang Pria ataupun wanita akan sulit untuk memutuskan cepat atau lambatnya mereka menuju jenjang pernikahan,rasa ragu menatap masa depan setelah menikah dan akhirnya mempunyai keturunan justru membayangi.


Bagi kaum Wanita memilih pria yang memiliki pekerjaan tetap dan penghasilan yang dianggap cukup,menjadi sebuah pertimbangan yang besar.Apa lagi jika Sang wanita tidak memiliki pekerjaan atau kegiatan yang menghasilkan ” Sesuatu” (ngambil iconnya syahrini..hehehe).


Bagi saya memilih pasangan hidup yang mempunyai jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab serta seorang pekerja keras,itu merupakan modal awal bagi seorang pria untuk dijadikan pendamping.

Sebagai manusia,tugas kita hanyalah berusaha sebaik mungkin berjuang dan bekerja.Percayalah Rejeki itu sudah diatur namun wajib diusahakan untuk diperoleh.Tentunya mendapatkan rejeki dengan cara bekerja yang halal.

Berhasil atau tidak Tuhan-lah yang menentukan,orang kaya dibelahan dunia manapun tetap bekerja dan berusaha keras untuk mendapatkan rejeki.
Tidak  pantas kita berputus asa,sedangkan usaha yang kita lakukan hanya sedikit,tidak ada salahnya jika kita mencontoh orang-orang sukses.
Meskipun banyak kasus dimasyarakat,dimana faktor ekonomi yang memicu tindak kriminal  dan kekerasan dalam rumah tangga.kasus bunuh diri,membunuh istri,suami,bahkan membantai anak kandung sendiri hanya karena putus asa menghadapi cobaan hidup.

Ada juga anggapan,menjadi seorang PNS ( Pegawai Negeri Sipil) atau kerja kantoran yang mendapatkan gaji per bulan merupakan modal yang besar untuk menikah,karena penghasilan tiap bulan  sudah didepan mata.sehingga muncul sikap Under Estimate terhadap orang yang pekerjaannya hanya bergantung pada pekerjaan musiman ( pekerja proyek,petani).

Ada sedikit pengalaman dari saudra saya,beliau merasakan begitu beratnya membesarkan 8 orang anak,sedangkan suaminya  bekerja apa saja yang halal demi  menghidupi anak-anaknya.
Meskipun suaminya bukanlah seorang PNS  atau pegawai kantoran,tapi sedikit demi sedikit dengan tekad dan semangat yang tinggi,akhirnya  mereka mampu menyekolahkan  ( 8 anaknya) hingga  tingkat Sarjana.

Menjadi PNS ataupun Pegawai kantoran yang berbekal gaji bulanan,bukanlah jaminan utama keberhasilan seseorang dalam berumah tangga.Faktor utama adalah,ketekunan,dan rasa tanggung jawab tanpa kenal lelah.Menciptakan lapangan pekerjaan buat diri dan orang lain akhirnya berhasil dilakoni suami saudara saya.

Saya percaya Rejeki ditangan Tuhan,dengan berbekal keyakinan,kekuatan hati serta kerja keras,Insya Allah kita akan terus melanjutkan hidup tanpa harus takut untuk menikah dan mempunyai keluarga.

Jika ragu  menikah karena takut tidak bisa menghidupi anak-anak dan keluarga,sampai kapanpun kita tidak akan menikah,jika bayang ketakutan itu terus menghantui,maka tinggallah kita seorang diri dan menjadi seorang “Pecundang” sejati.

Mulai Musnahnya Budaya Bangsaku......

Bangsa Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang dikenal dengan keragaman budayanya mulai dari suku, bahasa dan adat-istiadat. Kekayaan budaya yang melintang dari Sabang sampai Marauke. Hal tersebut bahkan dapat diperkuat dengan data UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization ) menyebutkan bahwa bangsa Indonesia memiliki sekitar 1128 suku dan 726 bahasa daerah (Antaranews,2011). Ini telah menjadi bukti dari kebesaran dan kehebatan Indonesia di mata dunia, namun gambaran tersebut tidak sesuai dengan kenyataannya. Negara yang secara geografis terletak di sebelah timur planet bumi, ternyata tidak dapat dikatakan sesuai dengan posisinya sebagai negara yang berbudaya timur juga. Kenapa ? . Dikarenakan indonesia adalah cerminan negara barat yang ada di timur.

Ada hal yang harus menjadi perhatian kita bersama, kekayaan kebudayaan, suku, adaat-istiadat dan bahasa yang dimiliki oleh indonesia ternyata hanya sebagai hiasan saja. Di era globalisasi saat ini, nilai-nilai budaya dan kesukuaan yang terdapat di tiap-tiap daerah diseluruh wilayah nusantara tampak mulai pudar, dikarenakan kaum muda bangsa yang seharusnya sebagai pelaku penting dalam melestarikan , menjaga keharmonisan, keasliaan serta kemurniaan dari bahasa dan suku di Indonesia sudah sangat menurun sekali. Kertarikan kaum muda di Indonesia akan budaya daerah sudah sampai pada level yang sangat-sangat mengkhawatirkan. Banyak dari pemuda kita yang sibuk dengan budaya bangsa lain seperti demam K-Pop (Korean pop), lagu India (Bollywood) dan musik hip-hop barat. Ini bukti kegagalan kita sebagai warga negara Indonesia untuk melestarikan kebudayaan bangsa.

Kasus yang pernah diliput oleh salah satu TV swasta menayangkan tentang kepergiaan dari sekelompok penari wayang guna memperkenalkan budaya Indonesia ke benua Eropa, namun hal yang mengejutkan adalah para penarinya orang-orang tua . Dimana anak-anak mudanya ?. Seharusnya merekalah yang menjadi penerus kebudayaan bangsa saat ini. Mereka sudah terhisap kedalam gelombang globalisasi budaya asing yang dengan kuat merasuki kaum muda. Mereka sudah pada meninggalkan tarian daerah mereka masing-masing.

Lalu, informasi yang paling mengejutkan lainnya adalah banyaknya budaya-budaya bangsa kita seperti kasus Tari Pendet, Reog Ponorogo dan sampai lagu Rasa Sayange dapat dengan mudah diklaim oleh negara tetangga Malaysia. Karena banyak dari warga kita yang sangat peduli dengan budaya bangsa sendiri. Selain itu, banyaknya warga asing yang sangat tertarik dalam mempelajari tentang budaya-budaya tradisional yang ada di Indonesia. Gambaran yang sangat mengejutkan ketika mengetahui kabar bahwa bangsa kita akan mununggu kapan akan kehilangan semua kekayaannya. Ini sungguh kronis sebagai bangsa yang kaya akan budaya, dengan mudahnya direbut oleh bangsa lain, namun kita hanya bisa diam dan tidak dapat melakukan apa-apa guna menghadapi masalah serius seperti ini.

Kebudayaan indonesia yang mulai terkikis dengan adanya budaya-budaya luar yang telah masuk dan banyaknya anak-anak muda bangsa indonesia lebih menyukai sehingga mereka melupakan budaya daerah mereka sendiri. Lalu, pernyataan dari mantan menteri pendayagunaan aparatur negara (Menpan) Taufiq Effendi dan mantan sekretaris umum badan pekerja kongres kebudayaan Eka Budianta serta seorang pelaku seni Sunda Ma Egeng, Eka mengatakan bahwa ungkapan sebagai bangsa yang besar adalah bangsa yang sangat menghargai budaya , namun itu tidak berlaku bagi Indonesia. (Suara Pembaruan, 2008).

Apabila hal ini terus-menerus di pertahankan tanpa adanya perubahaan maka dapat mengakibatkan kehancuran, kehilangan dan kelenyapan dari kebudayaan Indonesia dengan sendirinya. Sebagai warga negara Indonesia sudah saatnya kita peduli dengan kebudayaan bangsa karena budaya adalah cerminan dari kepribadian bangsa itu sendiri.